TUGAS
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN
TENTANG
PENGERTIAN DAN TUJUAN PEMANASAN HASIL PERTANIAN
PERTEMUAN 3
Disusun oleh :
S U NA R D I N
NIREM : 05.1.4.12.0393
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN
SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN ( STPP ) MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PERTANIAN DI YOGYAKARTA
2015
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dewasa ini sudah sangat banyak cara yang dilakukan untuk menjaga mutu dari hasil pertanian dengan menggunakan berbagai macam teknik pengolahan salah satu caranya adalah denagn cara pemanasan, teknikini dimaksudkan untuk mengurangi kadar air yang terdapat didalam produk pertanian agar dapat menekan terjadinya metabolisme, atau hidup dan berkembangbiaknya mikroorganisme seperti bakteri didalam produk tersebut.
B. Tujuan
Tujuan dari proses pemanasan pada bahan hasil pertanian adalah :
• Makanan menjadi lebih enak (Desirable effects on eating quality)
• Mengawetkan makanan (Presenvative effects)
II DASAR TEORI
Penggunaan panas pada pengawetan bahan makanan sudah dikenal secara luas, seperti memasak, menggoreng, merebus, atau cara pemanasan lainnya. Dengan perlakuan-perlakuan tersebut terjadi perubahan keadaan bahan makanan tersebut baik sifat fisik maupun kimiawinya, sehingga keadaan bahan yang ada menjadi lunak dan enak dimakan.
Dengan proses pemasakan tidak selalu berarti bahwa bahan tersebut menjadi steril, hal ini disebabkan kemungkinan terjadi kontaminasi kembali oleh mikroorganisme sehingga bahan yang telah dimasak dapat dapat menjadi rusak dalam jangka waktu yang relative singkat.
Keuntungan dari proses pemanasan adalah :
• Merusak komponen “anti nutrisi” (Trysin Inhibitor)
• Meningkatkan nutrisi (meningkatkan daya cerna protein, gelatinasi pati, pelepasan niasin)
• Penggunaan panas mudah dikontrol
Hadirnya bakteri dan enzim dapat merusak bahan makanan, meskipun bahan makanan itu disimpan dalam wadah tertutup. Panas merupakan factor yang penting untuk mematikan mikroorganisme, Secara lebih reperinci kematian mikroorganisme terjadi karena :
• Denaturasi enzim-enzim yang terdapat di dalam sel-sel mikroorganisme
• Pemecah struktur molekul protein yang terdapat di dalam sel-selnya
• Pemecahan molekul-molekul organic kompleks lainnya
Ketahanan panas pada setiap mikroorganisme berbeda, suhu optimum merupakan suhu yang terbaik untuk tumbuh, berdasarkan suhu optimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya maka bakteri dapat digolongkan menjadi :
• Psikhrofilik : bakteri yang masih dapat tumbuh pada suhu dibawah 20 C, suhu optimumnya antara 20-30 C.
• Mesofilik : bakteri yang dapat tumbuh pada suhu antara 20-45 C dan suhu optimumnya antara 30-40 C
• Thermofilik : bakteri yang dapat tumbuh pada suhu di atas 45 C, sedangkan suhu optimumnya adalah 55-65 C
Berdasarkan kemampuan menggunakan oksigen bebas, maka mikroorganisme dapat dibedakan menjadi 3 golongan :
• Mikroorganisme Aerobik : untuk pertumbuhannya memerlukan oksigen
• Mikroorganisme anaerobic : untuk pertumbuhannya tidak memerlukan oksigen
• Mikroorganisme fakultatif : dapat tumbuh dengan baik dengan atau tanpa oksigen bebas
Beberapa cara pemanasan yang biasa dilakukan yaitu Blancing, pasteurisasi, sterilisasi, dan exhaustin
III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Adanya mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak bahan makanan, meskipun disimpan dalam wadah tertutup.Lamanya pemberian panas dan tingginya suhu pemanasan ditentukan oleh sifat dan jenis bahan makanan serta tujuan dari prosesnya.Setiap jenis pangan memerlukan pemanasan yang berbeda untuk mematikan mikroba yang terdapat di dalamnya
Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan pangan.Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara pengolahan yang menggunakan panas.Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih lunak, lebih enak, dan lebih awet.Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim.Selain itu makanan menjadi lebih aman karena racun-racun tertentu rusak karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri Clostridium botulinum
Pemanasan mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba.Efek yang ditimbulkannya tergantung dari intensitas panas dan lamanya pemanasan.Makin tinggi suhu yang digunakan, makin singkat waktu pemanasan yang digunakan untuk mematikan mikroba.
Pada umumnya pengawetan dengan suhu tinggi tidak mencakup pemasakan, penggorengan, maupun pemanggangan. Yang dimaksud dengan pengawetan menggunakan suhu tinggi adalah proses-proses komersial dimana penggunaan panas terkendali dengan baik, antara lain sterilisasi, pasteurisasi , dan blansing.
1. Prinsip Pengawetan dengan Suhu Tinggi s
Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus dimatikan
2. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan
3. Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.
4. Dikenal beberapa tingkatan pemberian panas atau proses termal yang umum dilakukan yaitu blansing, pasteurisasi, dan sterilisasi.
a. Blansing
Blansing merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dri 100 o C selama beberapa menit, dengan menggunakan air panas atau uap. Biasanya suhu yang digunakan sekitar 82 – 93 oC selama 3 – 5 menit.Contoh blansing misalnya mencelupkan sayuran atau buah dalam air mendidih selama 3 –5 menit atau mengukusnya selama 3 – 5 menit.Tujuan utama blansing ialah menginaktifan enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini paling tahan terhadap panas,.
Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan. Di dalam pengalengan sayur-sayuran dan buah-buahan, selain untuk menginaktifkan enzim, tujuan blansing yaitu :
membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah mikroba dalam bahan mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan tanaman, sehingga mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vakum yang baik dalam “headspace” kaleng. melayukan atau melunakkan jaringan tanaman, agar memudahkan pengisian bahan ke dalam wadah menghilangkan bau dan flavor yang tidak dikehendaki menghilangkan lendir pada beberapa jenis sayur-sayuran memperbaiki warna produk, a.l. memantapkan warna hijau sayur-sayuran.
Cara melakukan blansing ialah dengan merendam dalam air panas (merebus) atau dengan uap air (mengukus atau dinamakan juga “steam blanching”). Merebus yaitu memasukkan bahan ke dalam panci yang berisi air mendidih.Sayur-sayuran atau buahbuahan yang akan diblansing dimasukkan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam panci dengan suhu blansing biasanya mncapai 82 – 83 oC selama 3 – 5 menit. Setelah blansing cukup walktunya, kemudian keranjang kawat diangkat dari panci dan cepat-cepat didinginkan dengan air.
Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau, karena warna bahan akan menjadi kusam. Caranya ialah dengan mengisikan bahan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam dandang yang berisi air mendidih. Dandang ditutup dan langkah selanjutnya sama dengan cara perebusan.
b. Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan sampai suatu suhu tertentu untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan penyakit perut lainnya. Dengan pasteurisasi masih terdapat mikroba, sehingga bahan pangan yang telah dipasteurisasi mempunyai daya tahan simpan yang singkat.
Tujuan pasteurisasi yaitu :
1. Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan pangan bakteribakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat
2. Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri dan menginaktifkan enzim
Mikroba terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada pada bahan yang dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya tahan simpannya tidak lama.Contohnya : susu yang sudah dipasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya akan tahan 1 – 2 hari, sedangkan bila disimpan dalam lemari es tahan kira-kira seminggu. Karena itu untuk tujuan pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara pengawetan lainnya, misalnya dengan pendinginan.
Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada saribuah dan suhu yang digunakan di bawah 100 oC. Contohnya :
• pasterurisasi susu umumnya dilakukan pada suhu 61 - 63 oC selama 30 menit
• pasteurisasi saribuah dilakukan pada suhu 63 – 74 oC selama 15 – 30 menit.
Contoh Proses Pasteurisasi:
Pasteurisasi pada saribuah dan sirup dapat dilakukan dengan cara “ hot water bath “. Pada cara “ hot water bath “, wadah yang telah diisi dengan bahan dan ditutup (sebagian atau rapat) dimasukkan ke dalam panci terbuka yang diisi dengan air. Beberapa cm (2,5 – 5,0 cm) di bawah permukaan wadah. Kemudian air dalam panci dipanaskan sampai suhu di bawah 100 oC ( 71 – 85 oC ), sehingga aroma dan flavor tidak banyak berubah.
c. Sterilisasi
Perkataan steril mengandung pengertian :
1. Tidak ada kehidupan
2. Bebas dari bakteri patogen
3. Bebas dari organisme pembusuk
4. Tidak terdapat kegiatan mikroba dalam keadaan normal
Dalam pengolahan bahan pangan yang lazim dinamakan pengalengan, tidak mungkin dilakukan sterilisasi dengan pengertian yang mutlak. Pemanasan dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroba yang berbahaya mati, tetapi sifat-sifat bahan pangan tidak banyak mengalami peruba han sehingga tetap bernilai gizi tinggi. Sehubungan dengan hal ini dikenal 2 macam istilah, yaitu :
1. Sterilisasi biologis yaitu suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan musnahnya segala macam kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan 2. Sterilisasi komersial yaitu suatu tingkat pemanasan, dimana semua mikroba yang bersifat patogen dan pembentuk racun telah mati.
Pada produk yang steril komersial masih terdapat spora-spora mikroba tertentu yang tahan suhu tinggi; spora-spora tersebut dalam keadaan penyimpanan yang normal tidak dapat berkembang biak atau tumbuh. Jika spora tersebut diberi kondisi tertentu, maka spora akan tumbuh dan berkembang biak.
Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta sporasporanya. Spora-spora bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 121 oC atau ekivalennya , artinya semua partikel bahan pangan tersebut harus mengalami perlakuan panas.
Mengingat bahwa perambatan panas melalui kemasan (misalnya kaleng, gelas) dan bahan pangan memerlukan waktu, maka dalam prakteknya pemanasan dalam autoklaf akan membutuhkan waktu lebih lama dari 15 menit. Selama pemanasan dapat terjadi perubahanperubahan kualitas yang tidak diinginkan.Untungnya makanan tidak perlu dipanaskan hingga steril sempurna agar aman dan memiliki daya tahan simpan yang cukup lama. Semua makanan kaleng umumnya diberi perlakuan panas hingga tercapai keadaan steril komersial .Biasanya daya tahan simpan makanan yang steril komersial adalah kira-kira 2 tahun.Kerusakan-kerusakan yang terjadi biasanya bukan akibat pertumbuhan mikroba, tetapi karerna terjadi kerusakan pada sifat-sifat organoleptiknya akibat reaksi-reaksi kimia.
Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan ini adalah bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur, dan ikan serta beberapa jenis sayuran seperti buncis dan jagung. Bahan pangan berasam rendah mempunyai risiko untuk mengandung bakteri Clostridium botulinum, yang dapat menghasilkan racun yang mematikan jika tumbuh dalam makanan kaleng.Oleh karena itu spora bakteri tersebut harus dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu 121,1 oC selama 15 menit dengan menggunakan uap air bertekanan, dilakukan dalam autoklaf.
Tujuan sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk spora bakteri C. Botulinum.Produk yang sudah diproses dengan sterilisasi komersial sebaiknya disimpan pada kondisi penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu kamar. Harus dihindari penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 50 oC), karena bukan tidak mungkin jika ada spora dari bakteri yang sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan berkembang biak di dalamnya dan menyebabkan kebusukan, misalnya bakteri Bacillus stearothermophillus.
2. Kualitas Bahan Baku
Dalam menilai kualitas bahan baku susu, terdapat 2 (dua) aspek yang penting, yakni komposisi dan cemaran mikroorganisma yang terkandung di dalamnya. Secara normal komposisi susu (sapi) memiliki kandungan air 84-90%; lemak 2-6%; protein 3-4 %; laktosa 4-5%; dan kadar abu < 1% (Shearer, dkk., 1992). Kualitas susu yang dipersyaratkan di Indonesia, digunakan standar yang sudah dibuat oleh BadanStandardisasi Nasional (BSN) berdasarkan SNI 01-3141-1998, yang mengatur 18 itemsyarat susu segar, antara lain yang terpenting adalah berat jenis (pada suhu 27,5 0 C)minimum 1,0280; kadar lemak minimum 3,0%; bahan kering tanpa lemak minimum8,0%; dan protein minimum 2,7%; serta jumlah mikroorganisma maksimum 1 X 10 6cfu (coloni form unit) per ml dan jumlah sel radang maksimum 4 X 10 5/ml. Dalam halini tampak bahwa kualitas susu tidak semata dilihat berdasarkan kandungan gizinya,namun juga diukur atau ditentukan berdasarkan jumlah mikroorganisma dan jumlah selradang maksimum yang terhitung di dalamnya.
Komposisi Susu:
Komposisi SusuKomposisi susu menurut Eckles et al., (1980)dibagi menjadi dua bagian yaitu air 87,25% danzat padat 12,75%, dimana zat padat dibagi lagimenjadi empat bagian yaitu lemak 3,8%;protein 3,5%; laktosa 4,8% dan mineral 0,65%.Komposisi susu dipengaruhi oleh spesies,individu dalam satu spesies dan metode analisa(Adnan, 1984). Komposisi utama susu menurutBuckle et al., (1987) adalah air, protein, lemak,laktosa, vitamin dan mineral.
Sifat-sifat Susu:
Menurut Hadiwiyoto (1983), sifat fisik susumeliputi warna, bau dan rasa, berat jenis, titikdidih, titik beku dan kekentalannya. Sifatkimiawi susu meliputi pH dan keasaman.Adapun sifatmikrobiologis susu adalah sifatyang berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme(bakteri, khamir dan kapang). Kandunganlaktosa yang rendah dan klorida yang relatiftinggi menyebabkan susu mempunyai flavourasin (Soeparno, 1992).
3. Pengertian Daya Simpan
Pengertian daya simpan sebuah produk adalah lamanya waktu dimana sebuah pangan dapat disimpan pada kondisi penyimpanan yang disarankan sesuai petunjuk penyimpanannya dan selama itu masih terjaga kesegaran dan kualitasnya yang dapat diterima(Cornell University, 2000). Sedangkan menurut Codex (CAC/RCP 57-2004), shelf-lifeadalah periode dimana sebuah produk dapat terjaga keamanannya dari dampak perkembangan mikrobiologis dan kelayakannya untuk dikonsumsi, pada suhu penyimpanan yang spesifik, dan tegantung pula pada tempat, kondisi penyimpanan, dan penanganan sebelumnya.
4. Susu Pasteurisasi
Proses pasteurisasi pada susu pertama kali dilakukan oleh Franz von Soxhlet pada Tahun 1886. Susu pasteurisasi atau dikenal dengan istilah pasteurized milk adalah produk susu yang diperoleh dari hasil pemanasan susu pada suhu minimum 161 °F selama minimum 15 detik, segera dikemas pada kondisi yang bersih dan terjaga sanitasinya. Beberapa bakteri akan bertahan pada suhu pasteurisasi, dalam jumlah yang sedikit, namun mereka dipertimbangkan tidak berbahaya dan tidak akan merusak susu selama kondisi pendinginan yang normal.
Secara umum, dalam industri pengolahan susu terdapat 2 (dua) cara melakukan pasteurisasi, yakniLTLT dan HTST, dengan penjelasannya pada tabel berikut ini :
Cara pasteurisasi yang dilakukan juga berpengaruh terhadap kandungan gizi dan aroma produk pangan. Sebagai contoh, pada susu HTST dinilai lebih efektif, karena lebih sedikit menimbulkan kerusakan pada kandungan gizi dan karakteristik organoleptik pada susu, dibandingkan dengan LTLT. Menurut Codex (CAC/RCP 57- 2004), proses pasteurisasi HTST (minimum 72 °C selama 15 detik) disarankan untuk continuous flow pasteurization dan LTLT (minimum 63 °C selama 30 menit) untuk batch pasteurization.
Selain itu juga dikenal 2 (dua) jenis pasteurisasi lainnya, yakni
1. Ultrapasteurization : pemanasan susu pada suhu yang tinggi, sampai 280° F (138° C), selama 2 detik, kemudian dengan pertimbangan kemasan yang digunakan umumnya kurang kuat, maka produk susu pasteurisasi ini harus segera didinginkan selama penyimpanan.
2. Jenis susu pasteurisasi lainnya adalah Ultra-High-Temperature (UHT)
Pasteurization : pemanasan susu pada suhu yang lebih tinggi lagi, dalam kisaran 280°-
302°F (138°-150°C), selama 1-2 detik. Produk susu ini umumnya dikemas dalam keadaan steril, dengan kemasan berlapis hermatis, dapat disimpan tanpa pendinginanselama penyimpanan.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan SNI 01-3951-1995 tentang produk susu pasteurisasi, yakni produk susu yang dihasilkan dari susu segar,susu rekonstitusi, atau susu rekombinasi yang telah mengalami proses pemanasanpada temperatur 63°C -66°C selama minimum 30 menit atau pada pemanasan 72°Cselama minimum 15 detik, kemudian segera didinginkan sampai 10°C, selanjutnyadiperlakukan secara aseptis dan disimpan pada suhu maksimum 4,4°C. Susu segarialah cairan yang diperoleh dengan memerah sapi sehat dengan cara yang benar, sehatdan bersih tanpa mengurangi atau menambah sesuatu komponennya.
5. Daya Simpan
Susu pasteurisasi yang dihasilkan dan dipasarkan sangat beragam, denganperbedaan jenis pasteurisasi yang dilakukannya, pengemasan, danpenyimpanannya, terlebih juga produsen di Indonesia, yang menyertakan ataumenambahkan flavor (aroma dan rasa) ke dalam produk susu pasteurisasi yang dihasilkannya. Pada tabel berikut ini disajikan perbandingan jenis pasteurisasi dengan perbedaan daya simpannya.
Menurut Chapman dan Boor (2001) para produsen susu pasteurisasi umumnya berharap dapat memperpanjang daya simpannya hingga 60-90 hari, bahkan lebih. Sehingga umumnya jenis pasteurisasi yang dilakukan pada industri pengolahan susu adalah Ultrapasteurization atau UHT. Namun demikian karena produk susu pasteurisasi yang dilakukannya pada pemanasan yang tinggi maka akan timbul flavor gosong yang khas, sehingga beberapa segmen konsumen lebih memilih produk susu pasturisasi HTST.
B. Pembahasan
Semua proses pengamatan dilakukan setelah bahan dimasukan ke dalam botol kaca yang transparan (kecuali blanching dan sterilisasi), semua botol kaca yang digunakan sebelumnya sudah mengalami proses sterilisasi dengan air panas (direbus) suhu yang digunakan kira-kira 100 atau sampai air rebusan mendidih. Botol direbus selama ± 15 menit, kemudian angkat dan tiriskan, baru setelah itu dapat digunakan sebagai wadah (kemasan) bahan. Dengan berbagai metode pemanasan dengan berbagai fungsi dan tujuan, maka kita dapat merubah keadaan fisik yang tidak dikendaki bahkan kandungan gizi pada produk hasil pertanian dapat menjadi lebih baik dengan pemasakan dan mudah dicerna. Proses pemasakan yang umumnya dilakukan di Indonesia adalah Blanching, Pateurisasi, exhausting, dan sterilisasi. Akan tetapi yang mungkin dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga hanya blanching dan pasteurisasi, Karena selain mudah digunakan peralatan yang dibutuhkan juga murah. Selain dapat memperpanjang masa simpan suatu produk hasil pertanian, pemanasan juga dapat berpengaruh pada penampilan fisik dari bahan menjadi lebih menarik.
VI. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Produsen produk susu pasteurisasi dalam menjaminkan daya simpan atas produknya perlu memperhitungkan potensi kontaminasi yang tidak terantisipasi akibat penyimpangan suhu yang bisa terjadi selama proses pembuatan, penyimpanan, distribusi, penjualan, hingga penanganannya oleh konsumen. Penyimpangan suhu dimaksud sering terjadi pada saat konsumen tidak menyimpannya di lemari pendingin sebelum dikonsumsi habis saat itu juga.
DAFTAR PUSTAKA
Saripah Hudaya, Ir.,MS. Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian
Badan Standardisasi Nasional.`1995.SNI 01-3951-1995 Susu Pasteurisasi.Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional.`1998.SNI 01-3141-1998 Susu Segar. Jakarta.
Barbano, D. M. , Y. Ma, and M. V. Santos. 2006. Influence of Raw Milk Quality on Fluid Milk Shelf Life. J. Dairy Sci. 89(E. Suppl.):E15–E19. American Dairy Science Association, Northeast Dairy Foods Research Center, Department of Food Science, Cornell University, Ithaca, NY 14853, USA.
Boediyana, T. 2006. Pengembangan Model Usaha Agribisnis Sapi Perah Dalam Upaya Peningkatan Pendapatan Usaha Kecil dan Menengah.Makalah yang dipaparkan pada Workshop yang diselengggrakan oleh Ditjen P2HP, Bandung.
Boor, K. J. 2001.Fluid dairy product quality and safety: Looking to the future. J. Dairy Sci. 84:1–11.
Bray, D.R. 2008. Milk Quality Is More than Somatic Cell Count and Standard Plate Count, It’s Now Shelf-Life. Department of Animal Sciences-University of Florida, USA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar